Sabtu, Oktober 17, 2009

MENINGGALKAN JAMA’AH JUM’AT SETELAH MEMBACAKAN PENGUMUMAN


PERTANYAAN:

Apakah pandangan Syari’at Islam tentang perbuatan seseorang yang mendatangi jama’ah shalat Jum’at dalam suatu masjid, sekedar untuk membacakan atau menyampaikan suatu pengumuman –yang pada dasarnya bisa dibacakan atau diwakilkan kepada orang lain…-- Lalu, beberapa menit sebelum khatib naik mimbar, maka yang bersangkutan pergi meninggalkan jama’ah, untuk mendirikan ibadah Jum’at di tempat lain? Apakah perbuatan demikian pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW dan para Sahabat? Atau apakah prilaku demikian sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW? (Pertanyaan dari JMR di UG)

JAWABAN:

Para Ulama atau fuqahak sepakat menempatkan Ibadah Jum’at ke dalam bab “Al Ibaadaat (ibadah-ibadah)”, bukan ke dalam bab “Al Mu’amalat” atau bab lainnya. Dan sehubungan dengan masalah ibadah tersebut, maka para ulama telah sepakat menetapkan kaedah-kaedah seperti berikut:
الأصل في العبادة الحظر والتوقيف (Pada dasarnya dalam ibadah adalah terlarang dan terhenti) Maksudnya: tidak boleh melakukan ibadah tanpa dalil.) (lihat: تلقيح الافهام العلية بشرح القواعد الفقهية - (ج 3 / ص 27) atau فتح الباري - ابن حجر - (ج 3 / ص 54) )
الأصل في باب العبادات هو اتباع الرسول (Pada dasarnya dalam bab ibadat-ibadat adalah mengikuti Rasul) Maksudnya; tidak boleh melakukan suatu ibadah tanpa mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. (lihat: قواعد وأسس في السنة والبدعة - (ج 1 / ص 27) )
أن الأصل في العبادات الحظر حتى يأتي الدليل (Pada dasarnya dalam ibadat-ibadat adalah terlarang sehingga datang dalilnya) (lihat: قسم العقيدة - (ج 5 / ص 15) )
الأصل في العبادة أن تكون مشروعة وإلا فهي باطلة (Pada dasarnya dalam ibadah hendaklah disyari’atkan, jika tidak maka ia adalah bathil) (lihat: شرح فتح المجيد شرح كتاب التوحيد - للغنيمان - (ج 128 / ص 14)

Menilik pertanyaan di atas, maka kedatangan si pelaku kepada sidang Jum’at dimaksud, bukanlah untuk melaksanakan ibadah Jum’at, tetapi karena membacakan pengumuman, -- yang pada dasarnya dapat dibacakan oleh salah seorang jama’ah Jum’at yang ada pada masjid itu sendiri atau diwakilkan kepada orang lain--, maka setelah membacakan pengumuman, lalu dengan sengaja meninggalkan jama’ah (mufaraqah jama’ah), tanpa merasa melanggar aturan syari’at…. Inilah perbuatan mungkar, yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syari’at. Dan tampaknya pelaku tidak dapat membedakan antara kaedah yang berhubungan dengan ibadah, dengan kaedah yang berkaitan dengan mu’amalat dan lain sebagainya…

Bahkan, hukum membacakan pengumuman atau maklumat sebelum imam/khatib naik mimbar pada hari Jum’at seperti umumnya di negeri kita, masih diperselisihkan. Sebagian ulama berpendapat dibolehkan atas pertimbangan maslahah. Tetapi menurut ulama yang lain tidak dibolehkan, karena bagi mereka kaedah “al mashalih al mursalah” tidak dapat diterapkan dalam ketentuan ibadah.

Perbuatan di atas sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, dan para Sahabat radhiyallahu ‘anhum begitu pula dengan para Tabi’in, rahimahumullah.

Dan… Perbuatan demikian sama sekali tidak akan pernah dilakukan oleh orang-orang yang mengerti tentang hukum Syari’at… Bahkan ditinjau dari segi ‘urf (adat kebiasaan kaum muslimin), nyatalah bahwa; perbuatan di atas tidak dapat dibenarkan, karena mengandung prilaku tercela, seperti ‘ujub dan riya yang memamerkan bahwa; suatu pekerjaan seolah-olah hanya akan terlaksana dengan adanya orang seorang, dan lain sebagainya.

Perhatikanlah firman Allah dalam surat Al Jumu’ah ayat 9 dan 10:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9) فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (10)

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Dalam ayat di atas jelas dinyatakan bahwa; Orang yang beriman yang menghadiri jama’ah shalat Jum’at tidak boleh meninggalkan tempat (masjid) bersangkutan sampai ibadah shalat Jum’at selesai dilaksanakan.

Jadi perbuatan mufaraqah jama’ah (memisah diri dari jama’ah) sebelum ibadah shalat Jum’at selesai dilaksanakan, seperti kasus yang ditanyakan di atas; adalah perbuatan bid’ah yang sesat dan mungkar.

Barangkali ada yang berkata, bahwa yang bersangkutan keluar meninggalkan jama’ah shalat Jum’at sebelum azan dikumandangkan, maka perbuatan demikian tidaklah terlarang.

Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa di antara tanda orang munafik, adalah meninggalkan masjid sewaktu atau setelah azan dikumandangkan:

Syekh Nashiruddin Al Albani di dalam kitabnya “As Silsilatus Shahiihah”, hadits nomor 2518 (Shaheh) mencantumkan:

[ لاَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ أَحَدٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ لِحَاجَةٍ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُ إِلاَّ مُنَافِقٌ ] ( صحيح بالطريق الآخر)

“Tidak seorangpun yang mendengar seruan azan di masjidku ini, yang dibolehkan keluar daripadanya, kecuali karena suatu hajat… Kemudian yang tidak kembali lagi (ke dalam masjid) pastilah orang munafiq.” (hadits shaheh dengan jalurriwayat yang lain)

“Ketahuilah”, kata Albani, “bahwa hadits ini menurut zahir lafaznya adalah khusus hukumnya untuk Masjid Rasulullah. Namun demikian maknanya adalah mencakup semua masjid, karena banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan tentang wajibnya shalat berjama’ah.….”

Selanjutnya… Hadits yang dicantumkan Al Albani di atas, sama sekali tidak dapat dijadikan hujjah untuk membolehkan perbuatan memisah diri dari jama’ah sebelum shalat Jum’at selesai dilaksanakan… Dan… sama sekali tidaklah dapat dijadikan dalil untuk mentolerir perbuatan yang menyimpang dari tuntunan Syari’at yang shaheh. Karena perbuatan itu adalah berlawanan dengan hadits-hadits shaheh seperti yang kita cantumkan di bawah ini.

Meminjam istilah Ibnu Manzur, perbuatan pelaku dapat dipandang sebagai “mufaraqah aljama’ah (memisahkan diri dari jama’ah)” yaitu; dengan pengertian meninggalkan sunnah dan mengikuti bid’ah (ومعنى مُفارقة الجماعة تَركُ السُّنة واتِّباع البِدْعة ) (lihat Lisanul ‘Arab/ Juz X/ halaman 112)

Dalam hadits yang panjang riwayat At Turmudzi dinyatakan tentang bahaya memisahkan diri dari jama’ah:

....قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْجِهَادُ وَالْهِجْرَةُ وَالْجَمَاعَةُ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلاَّ أَنْ يَرْجِعَ ....) سنن الترمذى - ج 10 / ص 89 - جامع الأحاديث - ج 34 / ص  206

Nabi SAW bersabda: “Aku memerintahkan kepadamu lima perkara, sebagaimana Allah memerintahkan demikian kepada aku; (1) mendengar, (2) menta’ati, (3) berjihad, (4) hijrah dan (5) berjama’ah. Maka sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah, walaupun sejengkal, maka sungguh telah tanggal buhul Islam dari lehernya,kecuali dia kembali…”

Jadi… Perbuatan demikian hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang menjadikan masjid sebagai tempat memamerkan diri (riya), bukan oleh orang-orang yang benar-benar berubudiyyah kepada Allah SWT.

Sebagai landasan untuk beramal maka…. Cukuplah bagi kita hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: عَن الْمَلائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلاَّهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَتْ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ (صحيح البخاري - (ج 3 / ص 50) مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 1 / ص 219)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW bersabda: “Tentang para malaikat yang bershalawat atas salah seorang kamu, selama yang bersangkutan di tempat shalatnya (masjid), dan selama dia tidak berhadats “Allahmmaghfir lahu, Allahummarhamhu (Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia)”. Salah seorang kamu senantiasa dalam (mendapatkan pahala) shalat selama shalat itu menahan dia (dari meninggalkan tempat shalat/ masjid), tiada yang menghalangi dia untuk kembali kepada keluarganya melainkan shalat.”

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- :« إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِى بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَىْءٌ أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجْ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى الصَّحِيحِ عَنْ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ جَرِيرٍ. السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي - (ج 1 / ص 117)

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang kamu mendapatkan sesuatu pada perutnya, lalu samar baginya apakah ada sesuatu yang keluar daripadanya? Maka janganlah dia keluar dari masjid sehingga dia mendengar suara atau mendapatkan bau (angin busuk).”

أبو هريرة - رضي الله عنه - قال : قال رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- : «صلاةُ الرجل في الجماعة تُضعَّف على صلاته في بيته ، وفي سوقه خمسا وعشرين ضعفا ، وذلك أنه إذا توضأ فأحسنَ الوُضُوءَ ، ثم خرجَ إلى المسجد ، لا يُخرِجُه إلا الصلاةُ ، لم يَخْطُ خُطوة إلا رُفعت له بها درجة ،- وحطَّ عنه بها خطيئة ، فإذا صلى لم تَزَل الملائكة ، تُصلِّي عليه ما د ام في مُصلاه ، اللهم صلِّ عليه ، اللهم ارحمه ، ولا يزال أحدُكم في صلاة ما انتظرَ الصلاةَ» )صحيح : 1- أخرجه أحمد (2/252) والبخاري (1/129) ومسلم (2/128و129) وأبو داود (559) وابن ماجة (281 و 774 و 786 و 799) والترمذي (603) والنسائي في الكبرى تحفة الأشراف (9/12407) جامع الأصول في أحاديث الرسول - (ج 9 / ص 413)

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Shalat seseorang dalam berjama’ah, dilipat gandakan atas shalatnya di rumahnya, dan di pasarnya, dua puluh kali lipat ganda. Yang demikian, bilamana dia berwudhuk maka dia membaguskan wudhuknya, kemudian dia keluar menuju masjid, tiada yang mendorong dia keluar melainkan shalat, tidaklah dia melangkah dengan satu langkah melainkan dengan demikian diangkatkan baginya satu derjat, dan dihapuskan dengan demikian daripadanya satu dosa. Maka apabila dia shalat, niscaya para malaikat akan bershalawat atasnya, selama dia berada di mushalla (masjid)nya; “Allahumma shalli 'alaihi, Allahummarhamhu (Ya Allah limpahkanlah shalawat kepadanya, Ya Allah rahmatilah dia)”. Dan salah seorang kamu senantiasa dalam (pahala) shalat, selama dia menunggu shalat.”

Demikianlah semoga bermanfa’at adanya.
Wallaahu a’lamu bis shawab.

Senin, Oktober 05, 2009

CATATAN G 30 S (GEMPA 30 SEPTEMBER) 2009

 
Rabu 30 September 2009... Di tempat kami (Ujung Gading Pasaman Barat) jarum jam menunjukkan kurang lebih pukul 17.17 Wib.

Pada waktu itulah kami dikejutkan oleh gempa dahsyat berkekuatan 7,6 pada SR.

Saya berlari menggendong anakku Raihan yang berusia tiga tahun ke halaman rumah. Sementara isteriku berlari membawa anak-anak kami yang masih di bangku SD ke tempat terbuka di depan rumah kami… bangunan rumah berayun dibuai gempa… pepohonan meliuk-liuk seakan-akan tercerabut dari akarnya… Tonggak-tonggak listrik menari-nari bagai menggila…

Kami semua bertahlil mengucapkan; Laa ilaaha illallah… sebagai pengakuan spontan bahwa; Tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah… Bahwa tiada tempat berlindung dan tempat meminta pertolongan selain hanya kepada Allah SWT belaka…

Kalimah ini ternyata memberikan kekuatan luar biasa kepada kami… Ada ketenangan yang mengalir ke jantungku melenyapkan rasa takut dan gentar menghadapi bahaya… Kalimah ini tak obahnya seperti payung yang melindungi dari kucuran hujan lebat dan panasnya terik mentari… dengan mengucapkan kalimah tersebut dari jiwa terdalam, maka semakin mengertilah saya, akan makna ungkapan Nabi SAW yang menyebut kalimat Laa ilaaha illah sebagai kalimah ikhlas atau kalimah taqwa (الحاكم في مستدركه ج2/ص501 ح3717)….

Aku melihat bangunan masjid Raya Ujung Gading, yang terletak di sebelah rumah kami; terutama kubah mesjid berayun-ayun seperti biduk di tengah laut. Aku berdo’a kepada Allah SWT semoga melindungi kami dan memelihara masjid kami dari kehancuran.

Tak lama kemudian, gempapun berakhir…

Saya masuk ke rumah mendapatkan Laptop masih menyala… Dan Alhamdulillah, Allah SWT memelihara kami dari marabahaya... Rumah kami tetap utuh, meskipun dengan perabotan rumah yang berantakan… tetapi tidak mengalami kerugian materil yang cukup berarti. Begitupun dengan rumah tetangga, kecuali sebuah rumah yang sudah tua, bagian dapurnya rubuh… Sungguhpun demikian, pada Kenagarian Ujung Gading berdasarkan informasi yang bersumber dari Kantor Wali Nagari 5/10/2009, terdapat lebih dari empat ratusan bangunan rumah, yang mengalami kerusakan ringan, sedang dan berat, di samping kerusakan bangunan masjid dan mushalla, perkantoran dan sarana umum lainnya.

Masjid Raya Ujung Gading, hanya mengalami kerusakan pada kubah mihrabnya. Lalu…. dinding atas yang retak berat kemudian kami rubuhkan, agar jangan menjadi ancaman malapetaka bagi jama’ah shalat di kemudian hari…

Aliran listrik terputus, jalur komunikasi via telephon dan HP terputus total…

Kami sekeluarga masih dirundung rasa khawatir, mengingat anak kami yang tertua masih kuliah di Universitas Andalas Padang, begitupun dengan adik ipar dan keluarga lainnya yang ada di Padang.

Kamis pagi 1 Oktober 2009 saya berangkat ke Padang dengan mengenderai sepeda motor. Meskipun harus melewati medan yang sulit saya bersama anak ke dua saya Hanif Muslim sampai juga di Padang.

Kerusakan akibat gempa terlihat di mana-mana, terutama dari Kec. Kinali Pasaman Barat hingga ke Padang…

Alhamamdulillah, anak tertua saya Abdul Azis dalam keadaan sehat wal ‘afiat, yang pada waktu gempa dahsyat itu terjadi sedang berada di kamarnya, di lantai IV asrama Islamic Centre DDII Jl. Srigunting 2 Padang… Allah telah memelihara gedung ini dari kerubuhan… Begitu pula dengan adinda H. Hayatul Fikri. MPd, sekeluarga yang tinggal di Perumahan Bungo Mas Padang… berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat dan rumahnya terhindar dari kerusakan yang cukup berarti…

Saya merasakan nikmat Allah SWT yang sangat besar kepada kami… Nikmat yang wajib kami syukuri dengan senantiasa bertaqarrub kepadaNya.

Untuk saudara-saudara seiman… Semoga Allah SWT mengampuni mereka yang telah kembali ke alam baqa dan menempatkan mereka dalam surga jannatun naim. Dan bagi yang ditinggalkan diberi kesabaran dan keteguhan hati… dan semoga Allah SWT mengganti nikmat yang hilang dengan yang lebih baik daripadanya. Amin!

Kamis, April 23, 2009

Kutipan Surat Khalifah Ali bin Abi Thalib kepada Malik Asytar, Gubernur Mesir




HARTA PALING BERHARGA

Ketahuilah olehmu, wahai Malik, aku kirim eng-kau sebagai gubernur ke suatu negeri yang masa lalunya pernah ditandai dengan pemerintahan yang adil dan yang tak adil. Rakyat akan mengamati tindakan-tindakan dengan teliti, sebagaimana engkau mengamati tindakan-tindakan para pendahulumu. Mereka akan mempercakapkanmu sebagaimana engkau memper-cakapkan pendahulu-pendahulumu. Sesungguhnya hanya orang-orang yang berbuat baik sajalah yang dipercakapkan baik oleh rakyat. Rakyatlah yang akan memberikan bukti tindakanmu. Maka harta yang paling bernilai yang semestinya kau dambakan haruslah perbuatan baik. Jagalah agar nafsumu tetap terkendali dan nafikanlah segala sesuatu yang terlarang bagimu, karena – hanya dengan pantangan semacam itu – engkau akan mampu membedakan antara yang mereka anggap baik dengan yang tidak.

Kembangkanlah di dalam hatimu rasa cinta akan rakyatmu dan jadikanlah hal ini sumber kebaikan dan keberuntungan bagi mereka. Jangan bergaul dengan mereka seperti orang barbar dan jangan engkau ambil untuk dirimu sendiri segala sesuatu yang menjadi milik mereka. Ingatlah bahwa penduduk Negara ada dua macam, saudaramu seagama atau saudaramu sesama manusia. Mereka memiliki kelamahan dan dapat berbuat keliru. Beberapa di antara mereka benar-benar melakukan kekeliruan. Maafkanlah mereka sebagai-mana engkau berharap Allah akan memaafkan engkau. Camkanlah dalam pikiranmu bahwa engkau ditempat-kan di atas mereka, sama seperti aku ditempatkan di atasmu. Dan kemudian ada Allah yang berada di atas orang yang memberimu jabatan gubernur. Allah meng-hendaki engkau memelihara orang-orang di bawahmu dan mencukupi mereka. Dan engkau akan dinilai berdasarkan apa yang engkau lakukan bagi mereka.

Jangan jadikan dirimu penentang Allah, karena tak kau miliki kekuatan untuk melindungi dirimu dari kemurkaanNya dan tak pula kau mampu menempatkan diri di luar kasih sayang dan ampunanNya. Jangan menyesal karena memaafkan dan pula bersenang hati dengan hukuman yang kau jatuhkan. Jangan bangkitkan dalam dirimu rasa marah, karena tidak ada kebaikan yang ditimbulkan olehnya.

Jangan berkata: "Aku adalah tuan dan penguasa mutlak kalian. Karenanya kalian harus tunduk pada perintah-perintahku." Ucapan ini akan merusakkan hatimu, melemahkan imanmu dan menimbulkan kekacauan di negaramu. Jika engkau merasa bangga dengan kekuasaan, merasakan dalam jiwamu gejala-gejala kebanggaan dan kesombongan – yang paling halus sekalipun – maka tengoklah kekuasaan dan keagungan pengaturan Ilahi atas jagad raya yang sama sekali berada di luar kendalimu. Hal ini akan mengem-balikan rasa keseimbangan pada pikiranmu yang terombang ambing dan memberimu perasaan tenang dan keramah tamahan. Ingatlah! Jangan sekali-kali kau tantang keagungan dan kemegahan Allah dan jangan kau tiru kemahakuasaanNya, karena Allah memandang rendah setiap pembangkang terhadapNya dan setiap tiran atas manusia.

Hormatilah hak-hak Allah dan hak-hak manusia dengan perbuatan-perbuatanmu, demikian pula dengan teman-teman dan kerabatmu. Ajaklah teman dan kerabatmu itu melakukan hal serupa, karena kalau tidak, engkau akan berlaku zalim terhadap dirimu sendiri dan terhadap kemanusiaan. Maka manusia dan Allahlah keduanya akan menjadi musuh-musuhmu. Orang yang menjadikan Allah sebagai musuhnya tak akan di dengar di mana-mana. Dia akan diperangi Allah sampai dia merasa sangat menyesal dan memohon ampun. Tidak ada yang sedemikian mudah meng-halangi manusia dari rahmat Allah atau menimbulkan kemurkaanNya selain daripada kekejaman. Maka dari itulah Allah mendengarkan suara kaum tertindas dan menjegal para penindas. (Kutipan dari buku Nahjul Balaghah)

Selasa, April 21, 2009

NASEHAT UNTUK PENGUASA

SURAT HASAN BASRI KEPADA KHALIFAH UMAR BIN ABDUL AZIZ

Hasan Basri (wafat 110 H) seorang tokoh ulama besar salaf pernah mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H) antara lain sebagai berikut:

Ketahuilah wahai Amiral Mukminin! Bahwa Allah SWT menjadikan Kepala Negara yang adil untuk meluruskan segala yang miring, membetulkan segala yang bengkok, memperbaiki segala yang rusak, mem-belai kuatkan segala yang lemah, membela yang teraniaya dan untuk menjadi penolong bagi segala orang yang terlantar.

Kepala Negara yang adil wahai Amiral Mukminin, adalah laksana seorang gembala yang sayang kepada binatang gembalaannya, kawan yang mengantarkannya ke tempat gembalaan yang lebih baik, menjauhkannya dari tempat-tempat yang berbahaya, menjaganya dari gangguan binatang buas dan memeliharanya dari kepanasan dan kedinginan.

Kepala Negara yang adil wahai Amiral Mukminin, adalah laksana seorang ayah yang arif bijaksana terhadap anaknya, ia berbuat untuk kebahagiaan mereka, mengajarnya menjadi orang yang hidup berguna; ia berusaha membanting tulang selama hidupnya untuk mereka dan meninggalkan peninggalan yang berharga buat mereka sesudah matinya.

Kepala Negara yang adil wahai Amiral Mukminin, laksana seorang ibu yang berhati kasih, yang bersikap lemah lembut kepada anaknya; ia mengandungnya dengan segala susah payah dan melahirkannya dengan segala susah payah pula. Ia mengasuhnya selagi kanak-kanak dan matanya bertanggang sepanjang malam, tak bisa tidur dengan tak bisa tidurnya anaknya itu; dan tenang lega perasaannya dengan tenag leganya anaknya. Ia susukan anaknya itu di kala membutuhkan, dan ia hentikan bila masanya telah tiba. Ia bergembira ria dengan sehat afiatnya buah hatinya itu, sebaliknya berduka hati jika anaknya menderita sakit.

Kepala Negara yang adil wahai Amiral Mukminin, adalah menjadi pelindung anak yatim dan bendahara-wan bagi fakir miskin. Ia mendidik mengasuh mereka di kala kecil dan menjadi pelindungnya di kala ia besar.

Kepala Negara yang adil wahai Amiral Mukminin, penaka jantung hati yang terletak di antara tulang-tulang iga, ia menjadi baik dengan baiknya hati dan ia menjadi rusak dengan rusaknya hati itu.

Kepala Negara yang adil Wahai Amiral Mukminin, ialah orang yang berdiri di antara Allah dan para hambaNya. Ia mendengarkan firman Allah dan kemudian menyampaikannya kepada mereka, ia memandang kepada Allah dan kemudian ia memandang pula kepada para hambaNya itu; Ia patuh kepada Allah dan kemudian mengajak pula mereka itu supaya mematuhi perintah-perintahNya.

Dari itu wahai Amiral Mukminin. Dalam segala apa yang dikuasakan Allah kepada engkau. Janganlah sekali-kali berlaku bagaikan seorang budak yang telah diberi amanah oleh majikannya untuk menjaga harta benda dan keluarganya, tetapi ia khianat berbuat sewenang-wenang terhadap harta benda itu dan menelantarkan kaum keluarga majikannya itu sehingga tinggal menjadi miskin dan harta benda itu menjadi hancur musnah berantakan sama sekali.

Ketahuilah wahai Amiral Mukminin, bahwa se-sungguhnya Allah SWT telah menurunkan peraturan-peraturan yang mengandung ancaman yang berat (hudud) agar dengan itu orang menjauhkan diri dari skandal dan tindakan kejahatan. Tetapi bagaimana apabila yang melanggarnya orang yang seharusnya membelanya? Bahwa Allah SWT telah menjadikan hukum kisas sebagai jaminan kehidupan bagi para hambaNya, tetapi bagaimana apabila yang menjadi pembunuh mereka itu orang yang seharusnya dituntut menjalankannya?

Wahai Amiral Mukminin, ingatlah senantiasa akan maut dan apa yang akan terjadi sesudah maut itu sedangkan para pengikut dan pembelamu di hadapan-Nya adalah sedikit. Maka dari itu persiapkanlah perbekalanmu menghadapinya dan apa yang terjadi kemudiannya berupa kerisauan yang besar.

Ketahuilah wahai Amiral Mukminin, bahwa bagi engkau telah tersedia tempat tinggal yang lain dari rumah yang engkau tempati kini; yang engkau ter-bangun padanya sepanjang waktu tak bisa tidur sedangkan kekasihmu menjauhkan diri daripadamu; mereka menyerahkan engkau pada tempat yang paling bawah seorang diri tak ada teman. Maka dari itu siapkanlah perbekalan sejak kini yang kelak akan menemani engkau:

"Ingatlah pada hari di mana manusia melarikan diri dari saudaranya, ibunya dan bapaknya, dan daripada isteri dan anak-anaknya." (QS. Abasa: 34-36)

Wahai Amiral Mukminin, ingatlah!

"Apabila dibongkar isi kubur dan dijelaskan apa yang tersimpan di dalam dada." (QS. Al-Adiyat: 9-10). Maka segala rahasia akan terbongkar nyata, sedangkan kitab catatan laporan amalpun menerangkan:

"Tidak ada yang kecil maupun yang besar melain-kan semuanya itu tercatat di dalamnya." (QS. Al-Kahfi: 49). Maka sekarang wahai Amiral Mukminin, tampillah ke depan berbuat kebajikan sebelum ajal datang dan sebelum terputus segala cita-cita!...

(Sayyid Sabiq, 'Anashirul Quwwah fil Islam, pag. 154-156/ Firdaus AN, Detik-detik terakhir Kehidupan Rasulullah SAW, pag. 106-109)