Apakah pandangan Syari’at Islam tentang perbuatan seseorang yang mendatangi jama’ah shalat Jum’at dalam suatu masjid, sekedar untuk membacakan atau menyampaikan suatu pengumuman –yang pada dasarnya bisa dibacakan atau diwakilkan kepada orang lain…-- Lalu, beberapa menit sebelum khatib naik mimbar, maka yang bersangkutan pergi meninggalkan jama’ah, untuk mendirikan ibadah Jum’at di tempat lain? Apakah perbuatan demikian pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW dan para Sahabat? Atau apakah prilaku demikian sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW? (Pertanyaan dari JMR di UG)
JAWABAN:
Para Ulama atau fuqahak sepakat menempatkan Ibadah Jum’at ke dalam bab “Al Ibaadaat (ibadah-ibadah)”, bukan ke dalam bab “Al Mu’amalat” atau bab lainnya. Dan sehubungan dengan masalah ibadah tersebut, maka para ulama telah sepakat menetapkan kaedah-kaedah seperti berikut:
الأصل في العبادة الحظر والتوقيف (Pada dasarnya dalam ibadah adalah terlarang dan terhenti) Maksudnya: tidak boleh melakukan ibadah tanpa dalil.) (lihat: تلقيح الافهام العلية بشرح القواعد الفقهية - (ج 3 / ص 27) atau فتح الباري - ابن حجر - (ج 3 / ص 54) )
الأصل في باب العبادات هو اتباع الرسول (Pada dasarnya dalam bab ibadat-ibadat adalah mengikuti Rasul) Maksudnya; tidak boleh melakukan suatu ibadah tanpa mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. (lihat: قواعد وأسس في السنة والبدعة - (ج 1 / ص 27) )
أن الأصل في العبادات الحظر حتى يأتي الدليل (Pada dasarnya dalam ibadat-ibadat adalah terlarang sehingga datang dalilnya) (lihat: قسم العقيدة - (ج 5 / ص 15) )
الأصل في العبادة أن تكون مشروعة وإلا فهي باطلة (Pada dasarnya dalam ibadah hendaklah disyari’atkan, jika tidak maka ia adalah bathil) (lihat: شرح فتح المجيد شرح كتاب التوحيد - للغنيمان - (ج 128 / ص 14)
Menilik pertanyaan di atas, maka kedatangan si pelaku kepada sidang Jum’at dimaksud, bukanlah untuk melaksanakan ibadah Jum’at, tetapi karena membacakan pengumuman, -- yang pada dasarnya dapat dibacakan oleh salah seorang jama’ah Jum’at yang ada pada masjid itu sendiri atau diwakilkan kepada orang lain--, maka setelah membacakan pengumuman, lalu dengan sengaja meninggalkan jama’ah (mufaraqah jama’ah), tanpa merasa melanggar aturan syari’at…. Inilah perbuatan mungkar, yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syari’at. Dan tampaknya pelaku tidak dapat membedakan antara kaedah yang berhubungan dengan ibadah, dengan kaedah yang berkaitan dengan mu’amalat dan lain sebagainya…
Bahkan, hukum membacakan pengumuman atau maklumat sebelum imam/khatib naik mimbar pada hari Jum’at seperti umumnya di negeri kita, masih diperselisihkan. Sebagian ulama berpendapat dibolehkan atas pertimbangan maslahah. Tetapi menurut ulama yang lain tidak dibolehkan, karena bagi mereka kaedah “al mashalih al mursalah” tidak dapat diterapkan dalam ketentuan ibadah.
Perbuatan di atas sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, dan para Sahabat radhiyallahu ‘anhum begitu pula dengan para Tabi’in, rahimahumullah.
Dan… Perbuatan demikian sama sekali tidak akan pernah dilakukan oleh orang-orang yang mengerti tentang hukum Syari’at… Bahkan ditinjau dari segi ‘urf (adat kebiasaan kaum muslimin), nyatalah bahwa; perbuatan di atas tidak dapat dibenarkan, karena mengandung prilaku tercela, seperti ‘ujub dan riya yang memamerkan bahwa; suatu pekerjaan seolah-olah hanya akan terlaksana dengan adanya orang seorang, dan lain sebagainya.
Perhatikanlah firman Allah dalam surat Al Jumu’ah ayat 9 dan 10:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9) فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (10)
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Dalam ayat di atas jelas dinyatakan bahwa; Orang yang beriman yang menghadiri jama’ah shalat Jum’at tidak boleh meninggalkan tempat (masjid) bersangkutan sampai ibadah shalat Jum’at selesai dilaksanakan.
Jadi perbuatan mufaraqah jama’ah (memisah diri dari jama’ah) sebelum ibadah shalat Jum’at selesai dilaksanakan, seperti kasus yang ditanyakan di atas; adalah perbuatan bid’ah yang sesat dan mungkar.
Barangkali ada yang berkata, bahwa yang bersangkutan keluar meninggalkan jama’ah shalat Jum’at sebelum azan dikumandangkan, maka perbuatan demikian tidaklah terlarang.
Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa di antara tanda orang munafik, adalah meninggalkan masjid sewaktu atau setelah azan dikumandangkan:
Syekh Nashiruddin Al Albani di dalam kitabnya “As Silsilatus Shahiihah”, hadits nomor 2518 (Shaheh) mencantumkan:
[ لاَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ أَحَدٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ لِحَاجَةٍ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُ إِلاَّ مُنَافِقٌ ] ( صحيح بالطريق الآخر)
“Tidak seorangpun yang mendengar seruan azan di masjidku ini, yang dibolehkan keluar daripadanya, kecuali karena suatu hajat… Kemudian yang tidak kembali lagi (ke dalam masjid) pastilah orang munafiq.” (hadits shaheh dengan jalurriwayat yang lain)
“Ketahuilah”, kata Albani, “bahwa hadits ini menurut zahir lafaznya adalah khusus hukumnya untuk Masjid Rasulullah. Namun demikian maknanya adalah mencakup semua masjid, karena banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan tentang wajibnya shalat berjama’ah.….”
Selanjutnya… Hadits yang dicantumkan Al Albani di atas, sama sekali tidak dapat dijadikan hujjah untuk membolehkan perbuatan memisah diri dari jama’ah sebelum shalat Jum’at selesai dilaksanakan… Dan… sama sekali tidaklah dapat dijadikan dalil untuk mentolerir perbuatan yang menyimpang dari tuntunan Syari’at yang shaheh. Karena perbuatan itu adalah berlawanan dengan hadits-hadits shaheh seperti yang kita cantumkan di bawah ini.
Meminjam istilah Ibnu Manzur, perbuatan pelaku dapat dipandang sebagai “mufaraqah aljama’ah (memisahkan diri dari jama’ah)” yaitu; dengan pengertian meninggalkan sunnah dan mengikuti bid’ah (ومعنى مُفارقة الجماعة تَركُ السُّنة واتِّباع البِدْعة ) (lihat Lisanul ‘Arab/ Juz X/ halaman 112)
Dalam hadits yang panjang riwayat At Turmudzi dinyatakan tentang bahaya memisahkan diri dari jama’ah:
....قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْجِهَادُ وَالْهِجْرَةُ وَالْجَمَاعَةُ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلاَّ أَنْ يَرْجِعَ ....) سنن الترمذى - ج 10 / ص 89 - جامع الأحاديث - ج 34 / ص 206
Nabi SAW bersabda: “Aku memerintahkan kepadamu lima perkara, sebagaimana Allah memerintahkan demikian kepada aku; (1) mendengar, (2) menta’ati, (3) berjihad, (4) hijrah dan (5) berjama’ah. Maka sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah, walaupun sejengkal, maka sungguh telah tanggal buhul Islam dari lehernya,kecuali dia kembali…”
Jadi… Perbuatan demikian hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang menjadikan masjid sebagai tempat memamerkan diri (riya), bukan oleh orang-orang yang benar-benar berubudiyyah kepada Allah SWT.
Sebagai landasan untuk beramal maka…. Cukuplah bagi kita hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: عَن الْمَلائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلاَّهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَتْ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ (صحيح البخاري - (ج 3 / ص 50) مسند الصحابة في الكتب التسعة - (ج 1 / ص 219)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW bersabda: “Tentang para malaikat yang bershalawat atas salah seorang kamu, selama yang bersangkutan di tempat shalatnya (masjid), dan selama dia tidak berhadats “Allahmmaghfir lahu, Allahummarhamhu (Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia)”. Salah seorang kamu senantiasa dalam (mendapatkan pahala) shalat selama shalat itu menahan dia (dari meninggalkan tempat shalat/ masjid), tiada yang menghalangi dia untuk kembali kepada keluarganya melainkan shalat.”
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- :« إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِى بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَىْءٌ أَمْ لاَ؟ فَلاَ يَخْرُجْ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا ». رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى الصَّحِيحِ عَنْ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ جَرِيرٍ. السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي - (ج 1 / ص 117)
Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang kamu mendapatkan sesuatu pada perutnya, lalu samar baginya apakah ada sesuatu yang keluar daripadanya? Maka janganlah dia keluar dari masjid sehingga dia mendengar suara atau mendapatkan bau (angin busuk).”
أبو هريرة - رضي الله عنه - قال : قال رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- : «صلاةُ الرجل في الجماعة تُضعَّف على صلاته في بيته ، وفي سوقه خمسا وعشرين ضعفا ، وذلك أنه إذا توضأ فأحسنَ الوُضُوءَ ، ثم خرجَ إلى المسجد ، لا يُخرِجُه إلا الصلاةُ ، لم يَخْطُ خُطوة إلا رُفعت له بها درجة ،- وحطَّ عنه بها خطيئة ، فإذا صلى لم تَزَل الملائكة ، تُصلِّي عليه ما د ام في مُصلاه ، اللهم صلِّ عليه ، اللهم ارحمه ، ولا يزال أحدُكم في صلاة ما انتظرَ الصلاةَ» )صحيح : 1- أخرجه أحمد (2/252) والبخاري (1/129) ومسلم (2/128و129) وأبو داود (559) وابن ماجة (281 و 774 و 786 و 799) والترمذي (603) والنسائي في الكبرى تحفة الأشراف (9/12407) جامع الأصول في أحاديث الرسول - (ج 9 / ص 413)
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Shalat seseorang dalam berjama’ah, dilipat gandakan atas shalatnya di rumahnya, dan di pasarnya, dua puluh kali lipat ganda. Yang demikian, bilamana dia berwudhuk maka dia membaguskan wudhuknya, kemudian dia keluar menuju masjid, tiada yang mendorong dia keluar melainkan shalat, tidaklah dia melangkah dengan satu langkah melainkan dengan demikian diangkatkan baginya satu derjat, dan dihapuskan dengan demikian daripadanya satu dosa. Maka apabila dia shalat, niscaya para malaikat akan bershalawat atasnya, selama dia berada di mushalla (masjid)nya; “Allahumma shalli 'alaihi, Allahummarhamhu (Ya Allah limpahkanlah shalawat kepadanya, Ya Allah rahmatilah dia)”. Dan salah seorang kamu senantiasa dalam (pahala) shalat, selama dia menunggu shalat.”
Demikianlah semoga bermanfa’at adanya.
Wallaahu a’lamu bis shawab.