Sabtu, April 30, 2011

MASALAH EKONOMI SELAYANG PANDANG


Pendahuluan
M
asalah ekonomi telah menguras energi ummat manusia sedemikian rupa, sehingga persoalan dunia hari ini seolah-olah hanya berpunca dari masalah ekonomi belaka. Oleh karena itu ekonomi telah menjadi thema sentral yang mendasari kehidupan. Saya pikir tidak ada satu kisi-kisi terpenting dari komponent kemanusiaan yang tidak didominasi oleh ekonomi. Bahkan  faktor-faktor moral keagamaan yang semestinya menjadi wasit dalam interaksi sosial, oleh manusia dipaksakan turut membenarkan jargon ekonomi, maka jadilah dunia hari ini sebagai sebuah pasar raksasa, tempat transaksi hewan-hewan ekonomi yang satu sama lain dihubungkan oleh persaingan, konfrontasi dan dominasi. Bukan sebagai saudara dalam satu naungan sebagai makhluk Tuhan semesta alam.
Apakah persoalah mendasar manusia adalah ekonomi? Jika ekonomi dipandang secara terpisah dari kesatuan kemanusiaan, dan kemanusiaan dipisahkan pula secara radikal dari kesatuan alam, lalu diputuskan hubungannya dengan Allah SWT Pencipta segalanya, maka ini adalah bencana. Dan lebih berbahaya lagi apabila pemecahan persoalan ummat manusia hanya ditinjau dari jurusan ini, kemudian memberikan therapi atas dasar itu pula. Meminjam ungkapan Al-Maududi: tidak ubahnya dengan seorang spesialis penyakit hati, yang memisahkan hati itu dari keseluruhan susunan jasmani tanpa mengindahkan posisi yang diberikan kepada hati dan yang ditempatinya dalam tubuh manusia serta hubungannya dengan peralatan tubuh lainnya. Selanjutnya, si spesialis memeriksa hati itu dalam keadaan terpencil dan kemudian, demikian tenggelamnya spesialis tadi memeriksa hati itu sehingga akhirnya seluruh rangka jasmani pasiennya serta seluruh susunan tubuhnya seakan-akan menjadi suatu hati raksasa semata-mata.
Masalah sesungguhnya
Apabila kita meninjau masalah ekonomi ke inti persoalannya dengan mengenyampingkan komplikasi istilah-istilah dan penjurusan-penjurusan, maka kita jumpai masalah ekonomi ummat manusia tidak lebih dari hal berikut ini. Bertujuan untuk mempertahankan dan memajukan peradaban manusia, bagaimana caranya untuk mengatur penyebaran perekonomian sedemikian rupa sehingga seluruh ummat memperoleh semua kebutuhan hidupnya dan untuk mengusahakan suapaya setiap individu dalam masyarakat mendapat kesempatan yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya dan untuk mencapai tingkat kesempurnaan setingi-tingginya sesuai dengan kesanggupan dan pembawaannya. (Abul A'la Al-Maududi, Masalah Ekonomi Dan Pemecahan Menurut Islam/ The Economic Problem of Man and Its Islamic Solution, hal. 11)
Pada taraf permulaan peradaban masalah ekonomi manusia sama mudahnya dengan kehidupan hewan, karena segala kebutuhan hidup tersedia berlimpah ruah di bumi ini. Segala kebutuhan hidup itu adalah sebagai anugerah Ilahi yang semestinya diperlakukan menurut hukum-hukumNya yang pasti, baik yang menyangkut kebutuhan pribadi, maupun yang bertalian dengan kebutuhan individu sebagai bahagian tak terpisahkan dari masyarakat dan alam sekitarnya. Tetapi setelah peradaban manusia mengalami perkembangan, maka masalah ekonomi bertambah banyak dan semakin berbelit-belit, terutama setelah manusia telah dikuasai nafsu hewani dan terkungkung di bawah dominasi syethan.
Manusia yang pada dasarnya adalah makhluk sosial, memecahkan masalah ekonomi atas azaz kekeluargaan dan tolong menolong, sebagai hamba ciptaan Allah SWT Yang Maha Kuasa, lalu melakukan penyimpangan. Manusia yang telah berada dalam kedudukan ekonomi yang lebih baik akibat sebab-sebab alamiah, telah menjadi mangsa dari sikap individualismenya: berpendirian picik, dengki, kikir, tamak dan iri hati. Mereka yang telah berada pada kedudukan ekonomi lebih baik, bahkan dengan berbagai cara berusaha merampas kebutuhan hidup orang banyak... Mula-mula masalah ini timbul dalam kelompok kecil, lalu berkembang ke seluruh negeri, dan pada akhirnya mengacaukan hubungan bangsa-bangsa. Sistem kapitalisme yang telah menciptakan suasana internasional yang sangat menyedihkan, memandang bahwa keserakahan manusia bukan saja tidak berbahaya, bahkan merupakan sumber dinamik dari masyarakat kapitalis. Tanpa nilai-nilai dasar kehidupan, tanpa nilai-nilai moralitas religius, yang dengan itulah manusia berhak disebut manusia, maka harta kekayaan yang diperolehnya melebihi dari kebutuhan hidupnya, dan dikuasainya dengan sesuka hati digunakannya dengan dua macam cara: 1. bagi kenikmatan dirinya sendiri, kesenangan, hiburan serta hidup santai dan 2. bagi memperoleh kekayaan yang lebih lagi dan bila mungkin dengan menguasai kekayaan orang lain serta mengangkat dirinya jadi dewa-dewa sesungguhnya. Bagi mereka segala cara dihalalkan, bahkan pemerintahpun dijadikan budak. Seperti dikatakan oleh Milten Friedman, seorang penganut sistem kapitalisme yang memenangkan hadiah Nobel: "... daerah pemerintah harus dibatasi. Tugas utamanya adalah melindungi kemerdekaan kita, baik terhadap musuh-musuh dari luar maupun terhadap bangsa kita: untuk menyeleng-garakan keamanan dan ketertiban, untuk memaksa dipatuhinya kontrak-kontrak pribadi, untuk menjamin pasar yang bersaing secara bebas".
Golongan kaya ini bersikap masa bodoh atas hak-hak orang miskin, yang kebutuhan hidup mereka tidak mencukupi. Menurut golongan kaya ini, sudah pada tempatnya membiarkan orang-orang berkekurangan tadi dalam kemelaratan dan kepapaan. Adam Smith, bapak dari sistem kapitalis mengatakan: "Bukan dari kebaikan hati sang pemotong hewan, sang pembuat minuman, atau tukang roti kita mengharapkan santapan kita... tapi dari kepentingan mereka sendiri. Kita harus berterima kasih bukan kepada kemanusiaan mereka, tetapi kepada kecintaan kepada diri mereka sendiri, dan jangan pernah berbicara kepada mereka tentang keperluan-keperluan kita, tapi tentang kepentingan-kepentingan mereka.
Sistem kapitalis ini bukan hanya menciptakan jurang yang sangat dalam antara si kaya dengan si miskin, bahkan telah menghancurkan tenaga jasmani dan rohani manusia ke derajat terbawah melebihi hewan... Demi memperkembangkan kekayaan, maka mereka menanamkan modal atas nama riba, lebih hebatnya usaha ini mereka namakan sebagai pemberi bantuan kepada negara-negara miskin, yang pada akhirnya menyebabkan negara bersangkutan dililit hutang turun temurun...
Guna menunjang sistem ini maka didirikan lembaga-lembaga internasional, perguruan tinggi-perguruan tinggi yang mencetak profesor dan para sarjana yang tidak sedikit... Ditunjang dengan media informasi dan telekomunikasi canggih, dengan iklan-iklan yang dibiayai sedemikian rupa, seluruhnya bertujuan untuk membenarkan dan menjadikan sistem syethan ini sebagai suatu alternatif rasional bagi ummat manusia...
Untuk meladeni keinginan-keinginan cabul golongan kaya ini, dikerahkan laskar pelacur, perantara dan agen-agen yang tidak tahu harga dirinya. Kebutuhan yang dibuat-buat itu dimasukkan mereka ke dalam daftar yang wajar. Lalu dikerahkan ahli musik, gadis-gadis penari dan seterusnya, dan seterusnya... Beribu-ribu hektar lahan rakyat dirampas hanya untuk dijadikan lapangan golf dan untuk memuaskan kesenangan manusia celaka itu, padahal lahan sedemikian luas dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup beribu orang... Atas nama perkembangan dan kemajuan berjuta-juta hektar hutan dihancurkan, lalu dijadikan areal monokultur (sejenis tanaman saja), sehingga merusak keseimbangan alam yang mengakibatkan bahaya banjir dan kelaparan di sana sini.
Kebutuhan yang dibuat-buat golongan kaya itu tiada habis-habisnya. Mereka juga membutuhkan minuman yang memabukkan maka dikerahkan tenaga manusia untuk membuat minuman keras, narkotik dan obat-obat terlarang. Selanjutnya, timbullah kerusakan-kerusakan, kejahatan-kejahatan dan perbuatan perbuatan laknat yang hanya Allah SWT saja Maha Mengetahui... bumi tidak mampu menampung keinginan-keinginan mereka...
Jadi, di samping menghancurkan diri mereka sendiri, golongan kaya yang tamak ini telah menjadikan berjuta-juta manusia sebagai makhluk tidak berguna. Dan tanpa mereka sadari telah melahirkan penjahat-penjahat profesional dan menggiring dunia ke dalam kancah peperangan berkepanjangan... Dunia telah dikapling sedemikian rupa dalam blok-blok yang tiap kapling dihuni oleh manusia yang satu sama lain memandang saling curiga dan saling menerkam...
Apabila kebutuhan hidup rohani dikesam-pingkan dan kebutuhan jasmani dilebih-lebihkan, maka bayangkan saja –meminjam ungkapan Sigmun Freud- bila dua aliran sungai mengalir, lalu salah satunya terhambat, bukankah akan menimbulkan banjir?
Penyelesaian Masalah Menurut Paham Materialisme
Melihat betapa besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi kapitalis di atas, maka di Barat muncul pemecahan masalah yang diajukan oleh kaum komunis dan sosialis, tapi tetap atas dasar materialisme, anti rohani, dan keinginan hendak menjadikan manusia seragam. Pemecahan masalah menurut kaum komunis dan sosialis adalah sebagai berikut. Alat produksi hendaklah diambil dari tangan perorangan dan dipindahkan ke dalam tangan masyarakat untuk dimiliki secara bersama dan bahwa masyarakat hendaklah pula mengusahakan pembagian kekayaan alam kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan.  (Al-Maududi:34) Menurut Eric Fromm, seorang intelektual Amerika non komunis: ...tujuan sosialisme adalah emansipasi manusia dan emansipasi manusia adalah sama dengan merealisasikan dirinya dalam suatu proses keterhubungan dan kesatuan yang produktif antara manusia dan alam. Tujuan dari sosialisme adalah penembangan kepribadian masing-masing orang. (Agama dan Keke-rasan, 1985:34)
Pemecahan masalah menurut paham di atas sepintas lalu adalah sangat masuk akal, tetapi semakin direnungkan dalam prakteknya, semakin kita sadari bahwa pemecahan masalah ini sama buruknya dengan penyakit yang hendak diobati. Meskipun menurut teoritis pengaturan yang diadakan untuk memanfaatkan alat-alat produksi dan distribusi seakan-akan dipercayakan kepada seluruh masyarakat, dalam prakteknya tugas ini mau tidak mau harus diserahkan kepada suatu badan pelaksana yang kecil. Semula badan yang kecil ini dipilih oleh masyarakat, di kemudian hari apabila seluruh sumber kehidupan ini telah berada di tangannya dan orang seorang sudah tidak dapat lagi memperoleh bahagiannya kecuali melalui tangannya, maka nasib masyarakat terserah kepada badan kecil itu.
Selanjutnya tampil kaum fasis dan nasionalis sosialis mengajukan pemecahan masalah seperti berikut: sungguhpun milik individu atas alat-alat produksi tidak diganggu gugat, pemilikan tersebut hendaklah berjalan sesuai dengan rencana dan pengawasan negara demi kepentingan masyarakat umum. Namun dalam prakteknya sistem ini tidak ada bedanya dengan yang dijalankan kaum komunis. Begitulah sistem komunis sosialis, fasis dan nasionalis sosialis, telah melahirkan tiran-tiran diktator yang mengatas namakan kepentingan masyarakat, demi kepentingan segelintir orang. Negara-negara blok timur yang menganut paham yang bertentangan dengan fitrah manusia ini pada akhirnya runtuh, ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin di penghujung abad ke-20 silam.
Pada dasawarsa belakangan terjadilah proses asimilasi antara sistem kapitalis dengan sistem komunis sosialis, dan masing-masing pihak mengambil manfaat dari pihak lain, tetapi karena masing-masing pihak masih didasarkan atas pandangan materialisme dan mengenyampingkan masalah kemanusiaan yang sesungguhnya, maka keadaan masyarakat dunia masih diselimuti kabut hitam.
Saya tidak akan memberikan uraian lebih dalam dari sistem ekonomi materialisme yang dianut masyarakat internasional, di samping keterbatasan ilmu, lebih-lebih lagi ini bukanlah menjadi bidang saya.
Pemecahan Masalah Menurut Islam
Pemecahan masalah menurut Islam adalah sebagai berikut. Bertitik tolak atas dasar bahwa segala yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, maka manusia hanyalah pelaksana hukum-hukumNya di bumi ini. Manusia tidak memiliki apa-apa selain dari hak milik pinjam pakai dari Pemilik Tunggal yang harus tunduk kepada aturan hukum yang ditetapkanNya. Hak milik bukannya merupakan hak perorangan, dan juga bukan hak sesuatu kelompok atau hak negara, akan tetapi suatu fungsi sosial. Si pemilik, siapa saja ia itu, baik perorangan atau kolektif atau negara, harus bertanggung jawab atas miliknya kepada masyarakat karena ia hanya pelaksana.
Bertitik tolak dari landasan ideal di atas, maka Islam mengemukakan prinsip dasar pemecahan masalah, yang menurut Al-Maududi ada tiga prinsip dasar pemecahan, yaitu sebagai berikut:
Prinsip pertama, dalam menghadapi seluruh masalah hidup, adalah menjadi pokok fundamental dalam Islam bahwa hukum alam dan prinsip-prinsip hidup yang berpadu dalam fitrahnya, manusia tidak boleh dikekang, dan apabila terdapat penyimpangan dari jalan alamiah ini, menjadi kewajiban ummat Islam untuk mengembalikannya ke jalan yang benar.
Prinsip kedua, yang menjadi dasar dari perkembangan masyarakat dalam Islam ialah bahwa masyarakat itu tidak dapat diubah dengan hanya memasukkan sejumlah aturan dari luar, sebaliknya, kita hendaklah memberikan tekanan jauh lebih besar atas perbaikan moral yang benar ke dalam diri manusia sedemikian rupa sehingga kejahatan dapat dikekang sampai ke akar-akarnya dalam hati manusia.
Prinsip ketiga, yang akan dapat dilihat dalam seluruh sejarah Islam ialah bahwa kekuasaan dan tekanan hukum serta kekuatan pemaksaan dari pemerintah hendaklah dihindarkan, kecuali bilamana demikian terpaksa harus dilakukan (Al-Maududi: 43-44)
Islam menetapkan hukum halal dan haram sebagai batasan yang mengekang manusia dalam berekonomi baik dalam memproduksi maupun dalam mengkonsumsi. Dan melarang dengan tegas praktek-praktek monopoli pasar. Kehadiran pasar dapat diterima, akan tetapi harus memberi kepuasan kepada kebutuhan-kebutuhan yang riil, dan cara berfungsinya harus mengikuti norma-norma Islam. Riba merupakan sistem yang sangat berlawanan dengan prinsip ekonomi Islam, selanjutnya menjadikan infak, zakat dan sedekah sebagai bentuk konfrontasi terhadap sistem riba... Dan untuk melembagakan jaminan sosial, maka Islam memunculkan lembaga Baitulmal dan Zakat. Saya pikir, uraian mendalam tentang sistem ekonomi Islam menghendaki waktu dan kesempatan lain... Kepada Allah SWT juga kita memohon taufiq dan hidayah.
(Abdul Muis Mahmud "Himpunan Tulisan UPAYA MENUJU TAQWA" Pustaka Al Fityah, halaman 175)